Pemerintah resmi berikan larangan mudik lebaran 2021 mulai 6-17 Mei mendatang. Larangan ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pada 26 Maret 2021.
Berbeda dengan 2 tahun sebelumnya, silaturahmi antara orang tua dengan anaknya yang setiap hari raya idul fitri bertemu dan saling memeluk, adalah momen dimana dirasakan setiap perantau. Tidak hanya bertemu dengan orang tua mudik yang dilakukan setiap setahun sekali ini kembali dilarang pasca terjadi corona.
Beberapa orang yang enggan melakukan mudik merasa kecewa dan dilanda kerinduan yang sangat tak terbendung, karena hanya dapat melakukan silaturahmi via media sosial ataupun seluler.
Berapa rindu yang ditampung, berapa jumlah uang yang dihitung kini harus dikemas kembali dalam rasa kekecewaan. Jalan raya dijaga ketat, jalan tikus ditutup rapat hanya via whatsapp yang mereka dapat.
Oleh karena itu, baiknya memang kita mempersiapkan kuota internet guna melepas rindu dengan keluarga lewat video call. Mudik lebaran kali ini, daring saja. Apalagi yang bisa kita lakukan kecuali bertatap muka melalui gawai? Selain itu, persiapkan air mata dengan baik, jangan biarkan mengering dulu. Air kesedihan ini akan meluap saat tangan kita benar-benar tak lagi “bisa berjabat”.
Tapi ada yang aneh, dari kebijakan tersebut dan publik pun tidak percaya yaitu tentang mudik dilarang sementara pasar dan wisata boleh-boleh saja. Malah semakin marak dan ramai. Mall-mall penuh sesak dengan manusia. Cari parkir saja susah. Bisa putar-putar setengah jam beru dapat parkir. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno diamanati untuk menggalakkan pariwisata. Kebijakan yang sesungguhnya tidak sehat.
Di sisi lain, Sekretaris Jendral Organda mempertanyakan larangan mudik tahun ini, sebab sebagaimana tahun lalu, prakteknya mudik tidak mudah untuk dicegah. Menurutnya, yang justru menjadi sasaran adalah bus dan kendaraan umum saja. Kendaraan kecil tetap dapat mudik yang dengan berbagai cara meloloskan diri dari cegatan. Artinya lagi-lagi masalahnya ada pada inkonsistensi dan keadilan.
Selama kebijakan pemerintah masih ambigu, tebang pilih, dan hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi dan politik, maka daya dukung publik terhadap kebijakan apapun akan rendah. Artinya selalu saja menjadi kontra produktif. Kredibilitas terus merosot dan aurat kekuasaan semakin terbuka terang benderang. Auratnya memalukan.
Kontributor : Habibur Rohman
Editor : Shohibul Burhan
0 Komentar