Nama Mahbub Djunaidi atau sering disapa Bung Mahbub tentu tidak asing lagi ditelinga kader-kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Jika tidak mengenalnya mungkin bisa ikut MAPABA lagi. Tapi siapakah Mahbub Djunaidi? Dan mengapa ia bisa dijuluki sebagai Pendekar Pena?
Bung Mahbub memiliki nama lengkap Mahbub Djunaidi. Ia lahir di Tanah Abang, Jakarta pada tanggal 27 Juli 1933. Lahir dari pasangan Muhammad Djunaidi dan Muhsinati. Ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan, organisatoris, politikus, agamawan, dan sederet identitas lainnya. Namun ada yang menarik dari Bung Mahbub, yaitu kritik-kritik sosial dalam tulisannya begitu tajam, begitu dalam. Tentu saja dengan ciri khas yang dimilikinya: satire dan humoris. Karena kepiawaiannya dalam menulis, ia disebut pendekar pena, bahkan membuat Bung Karno terkesan dengannya.
Mahbub merupakan sosok yang memiliki pandangan hidup yang konsisten. Sejak remaja sampai saat kematiannya, dia merupakan sosok yang mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan. Pada saat itu pula, dia menuliskan sebuah kolom di majalah yang dipimpinnya berkaitan dengan kemanusiaan.
Hobi menulisnya sudah ditekuni sejak Bung Mahbub masih duduk dibangku SMP. Saat itu ia bergabung dengan Majalah Siswa dan menjadi pemimpin redaksi pertama. Saat bersekolah di Solo, Bung Mahbub dikenalkan dengan George Orwell, Mark Twain dan Karl May. Dari sinilah, ia mulai menggandrungi dunia sastra. Utamanya sastra Rusia. Melalui penulis-penulis itu, ia merambah ke penulis-penulis lain. Tidak hanya luar negeri saja, ia juga menyukai sastrawan Indonesia, salah satunya Idrus.
Pengalaman dibidang jurnalistik pun tak bisa diragukan lagi. Bung Mahbub pernah menjadi pemimpin redaksi di Duta Masyarakat, sebuah media milik partai Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, ia juga menulis untuk media Kompas dalam rubik Asal Usul yang diisi rutin oleh Bung Mahbub sejak tahun 1986 hingga akhir hayatnya. Dan, tulisan-tulisan itu diterbitkan menjadi buku dengan judul yang sama. Selain buku Asal Usul , tulisan-tulisan lainnya dibukukan juga dengan judul Kolom Demi Kolom (1986), Humor Jurnalistik (1986), dan yang terbaru, seorang kawan di Solo menerbitkan kembali buku Mahbub berjudul Pergolakan Umat Islam di Filipina Selatan, sebuah memoar perjalanan Mahbub ketika ia melakukan tugas perjalanannya ke Filipina, di tahun 1968.
Bung Mahbub juga menulis karya fiksi. Bukunya berupa novel berjudul Dari Hari ke Hari (memenangkan sayembara mengarang roman yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta tahun 1974) dan Angin Musim (1985). Kemudian beberapa buku terjemahan antara lain 100 Tokoh yang Berpengaruh dalam Sejarah (karangan Michael Hart), Cakar-cakar Irving (Art Buchwald), Binatangisme (George Orwell), dan lain sebagainya.
Namun, seperti diawal tadi bahwa Bung Mahbub bukan hanya seorang penulis. Ia juga merupakan seorang aktivis dan politisi. Di organisasi-organisasi naungan NU, ia adalah ketua umum pertama Pengurus Besar PMII selama 3 periode. Ia juga aktivis IPNU, Aktivis GP Ansor, dan aktivis NU. Didunia wartawan, ia pernah menjabat menjadi ketua PWI dengan Jakob Oetama sebagai sekretarisnya. Di kancah perpolitikan, beliau Selain di organisasi, Mahbub juga aktif dalam politik praktis. Mahbub menjabat sebagai anggota DPR- GR/MPRS sejak tahun 1960 dari fraksi Partai NU. Dan dari fraksi PPP hasil pemilu 1977. Setelah, NU memutuskan keluar dari PPP dan meneguhkan kembali ke Khittah 1926 Bung Mahbub tetap berada di dalam partai. Di NU ia sempat menjabat Wakil Ketua Tanfidziyah PBNU.
Penulis: Habibur Rohman
0 Komentar