Layar Solidaritas ialah kegiatan DEMA STAI Al-Kamal berupa dialog bebas tentang novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer yang kemudian divisualisasikan menjadi film. Kegiatan ini diselenggarakan selepas MK di Auditorium STAIKA. Mahasiswa cukup antusias dalam menyimak alur yang disuguhkan pencipta novel "Bumi Manusia".
"Prihatin bercampur gelisah setengah pasrah, ketika menyelami kondisi nusantara zaman kolonial. Hak-hak wanita diberangus, kewajibannya diperas habis sampai tersisa tulang dan kulit." ujar Listiana, mahasiswa Fakultas Tarbiyah Prodi MPI semester 2. Di sisi lain, Ia merasa bangga dan menaruh hormat terhadap Nyai Ontosoroh, "Walaupun terlahir sebagai pribumi, Nyai Ontosoroh dengan lantang menentang dan melawan ketimpangan-ketimpangan yang ditujukan kepada pribumi lainnya, terlebih kaum wanita. Tugas wanita yang hanya di sumur, di dapur, di kasur, semua itu ditepis habis oleh Nyai Ontosoroh tanpa rasa ragu yang membelenggu." tambahnya.
Hilaluddin, mahasiswa Prodi HKI semester 2 memberikan apresisasi yang tinggi kepada tokoh Minke. "Insyaf dan sadar, seorang Minke putra priyayi punya kesempatan mengenyam pendidikan di HBS. Kesempatan itu tak disia-siakan. Sikapnya yang konsisten membela hak pribumi, serta mati-matian memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Didukung nalar kritisnya, Minke tak segan melontarkan kritikan pedas kepada kolonial belanda lewat tulisan-tulisannya yang kontroversional". Hilal (sapaan akrabnya) juga menaruh perhatian kepada Annelis Mellema karena sikapnya yang tiada membedakan antara pribumi dengan orang belanda. Annelis paham bahwa dalam tubuhnya terdapat darah pribumi sehingga Annelis sangat akrab dengan pribumi. "Lagi pula neng Annelis sangat cantik, ibarat setaman bunga, Annelis Mellema adalah bunga tulip yang paling merona." celetuk Hilal cekikikan.
Sebuah perkara apabila diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka akan berujung kerusakan. Pribumi Nusantara sudah punya peradaban yang kemajuan. Fatalnya, kolonial belanda membawa budayanya ke bumi nusantara dan memforsir hal itu supaya teraktualisasi. "Itulah mengapa Minke bermimpi untuk memusnahkan iklim feodal dengan ingin menjadi manusia bebas, tidak dipimpin maupun memimpin yang lain." tutur Abdul Aziz, Presiden Mahasiswa STAI Al-Kamal.
Agaknya, pengarang sengaja tidak menyelesaikan akhir cerita dari "Bumi Manusia". Kelanjutan nasib Minke dan Nyai Ontosoroh setelah ditinggal Annelis ke Belanda masih jadi pertanyaan. Memang benar, mahakarya tak pernah memberikan akhir bahagia. Hanya cerita tentang negeri dongeng yang menyuguhkan happy ending.
Penulis :M Fikri Mushoffa
Editor : Agung Sholaiman
0 Komentar