Rembang, 23 Agustus 2024 Aliansi Mahasiswa se Kabupaten Rembang yang terdiri dari beberapa organisasi eksternal, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Himpunan Mahasiswa Universitas Diponegoro (UNDIP) Cabang Rembang gelar demonstrasi di depan Gedung DPRD Kabupaten Rembang, pada Jumat (23/8/2024).
Berdasarkan pantauan dari Rembang Today, aksi itu dimulai dari Alun-Alun Rembang menuju ke Gedung DPRD. Sesampainya di lokasi, beberapa unjuk rasa dikerahkan sebagai aksi kepedulian para mahasiswa terhadap RUU Pilkada yang dianulir oleh Badan Legislasi (Baleg).
Hal ini dilakukan guna tetap mengawal dan bertindak tegas untuk tetap mempertahankan putusan MK dalam pasal No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024.
Para demonstran menuju gedung mulai pukul 09.00 WIB. Selang 15 menit melakukan orasi, para unjuk rasa ingin segera menemui para Anggota DPRD Kabupaten Rembang untuk menggelar audiensi. Tepat pukul 09.30 WIB, seluruh demonstran memasuki gedung Paripurna.
Ali Ma'mun, negosiator aksi putusan MK itu membuka percakapan audiensi antara mahasiswa dan anggota DPRD Kabupaten Rembang.
"Izinkan kami, dari aliansi mahasiswa se Kabupaten Rembang untuk menyampaikan beberapa poin penting terkait prahara genting ini pak," ucap Ali Ma'mun, Negosiator.
Ma'mun menjelaskan secara umum proses pengkajian yang telah dilakukan kader PMII dan mahasiswa UNDIP Rembang.
Ayu Lestari, Negosiator kedua menjelaskan secara rinci poin-poin genting mengenai RUU Pilkada 2024.
"Yang jelas, kami ini sudah ditipu dan dibohongi pada saat pilpres kemarin. Tapi lagi-lagi menjelang Pilkada 2024 kok ya rakyat masih harus terkena tipu dua kali," tandas Ayu.
Ayu menambahkan jika penyelewengan yang dilakukan Baleg terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sangat menciderai konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
1. Putusan MK no. 60/PUU-XXII/2024 tertulis jika threshold pencalonan Kepala Daerah dari Parpol disamakan dengan pencalonan Kepala Daerah jalur independen.
2. Satu hari pasca putusan MK, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) langsung bergerak membentuk panitia kerja.
3. Baleg DPR lebih pro dengan keputusan MA daripada putusan MK terkait usia minimal calon Kepala Daerah yang tercantum pada UU No. 1 Tahun 2015 Tentang penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
4. Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU mengatur batas usia paling rendah 30 tahun, untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon Bupati dan calon Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak penetapan pasangan calon.
5. Ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf d peraturan KPU 9/2020 diberi penafsiran yang berbeda oleh MA pada No. 23 P/HUM/2024 sehingga syarat batas umur calon Kepala Daerah terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.
6. Pihak MK mempertimbangkan dalam putusan No. 70/PUU-XXIIL2024 yang menyebutkan persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU/2016 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pada proses pencalonan dan bermuara pada penetapan calon.
7. Sedangkan putusan MA No. 23/P/HUM/2024 dinilai paling jelas mengatur persyaratan usia calon Kepala Daerah. Dari sini, hanya fraksi Partai Politik (Parpol) PDIP yang memilih putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
8. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ach. Baidowi mengatakan jika putusan Mahkamah Agung (MA) lebih akurat daripada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Irzha Ahmad Rizky, negosiator ketiga memperkuat narasi dengan memberikan data tambahan yang tertera pada Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan UU Nomor 24 Tahun 2003 bahwa putusan MK bersifat final and binding.
"Pasal tersebut sudah jelas, jika MK adalah lembaga tinggi yang keputusannya tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun, termasuk oleh Mahkamah Agung," pungkas Irzha.
Kontributor : ayu lestari
0 Komentar